RSS

Cerpen Terbaru neh,, Bintang pun Bersinar Lagi

Bel istirahat berbunyi, aku dan teman-temanku berhamburan keluar kelas untuk istirahat pasca belajar kelas Matematika yang begitu ngejlimet di otak. Serasa otakku panas dan ingin meledak melihat angka-angka yang memusingkan. Ditambah lagi melihat kepala botak Pak Narjo guruku yang mengkilap diterjang cahaya matahari yang menembus dari sudut jendela. Pada saat itu cuaca memang sangat panas. Dan ingin rasanya aku berendam di bak mandi.
            Aku, Nisa, dan Saras bergegas pergi ke kantin untuk makan siang, kami bertiga adalah sahabat dari kelas satu SMA, kita sering kali belajar bersama dan sering nongkrong bareng juga.  Azzahra Andrea, Panggil aja aku Rea, itulah namaku. Meskipun ke dua sahabatku sering memanggilku dengan sebutan Apem. Alasan mereka memanggilku dengan sebutan itu, katanya pipiku tembem seperti kue apem.
Disela-sela makan siang kami, kami ditemani oleh berita televisi yang dipasang oleh ibu kantin di warungnya, dalam berita itu mengabarkan bahwa pemerintah terlibat tindak kasus korupsi hingga mencapai triliun rupiah.
“Rea, heuh.. gue kesel banget deh, tiap hari kita selalu disuguhkan oleh berita korupsi mulu, ampe telinga gue bosen dengernya…!” keluh Saras tiba-tiba.
“Iyah neh.. sepakat gue ama loe..”kata Nisa mengangguk-ngangguk.
“ Ya..elahhh… emangnya gue enggak? Tapi, mesti gimana lagi, emang kenyataannya begitu, gue malah salut banget ama KPK tuh yang udah nangkap tikus-tikus yang makan duit rakyat, mereka aja optimis berantas korupsi kenapa kita mesti mengeluh sih, kita harusnya lebih kritis dan peduli dong, serta ikut optimis mewujudkan bangsa ini yang aman, tentram, dan sejahtera..” kataku dengan kolotnya menanggapi Saras dan Nisa.
“Wuizzz.. ajib..  kata-kata loe, Re… haha” sahut Saras nyengir sambil memamerkan barisan giginya yang putih.
“Haha.. iya dong gue kan anak buyutnya Soekarno, makannya jago ngomong, jadi pelajar itu mesti kritis dan optimis dalam situasi apapun.” Jelasku ngebanyol.
“Huuuu… lagak loe,, udah kaya orator demo aja Re,, udah yuk kita ke kelas, bentar lagi masuk neh.. ! ajak Nisa.
Akhirnya mereka bertiga kembali ke kelas untuk melanjutkan jam pelajaran.
______***______
            Sepulang sekolah aku langsung mandi dan belajar mengulang pelajaran tadi dan mengerjakan tugas. Aku terkenal sebagai siswa yang rajin dan disiplin, karena aku ingin menjadi orang yang mempunyai integritas yang tinggi. Dengan itu aku bisa menjadi juara kelas dan mendapatkan juara di perlombaan. Aku pun dijuluki dengan “ BINTANG SEKOLAH”. Karena memang prestasiku cukup gemilang di sekolah, karena aku selalu juara kelas dan menang di banyak perlombaan.
Besok ada tugas dan ulangan harian. Aku harus giat belajar. Aku baca buku-buku pelajaran yang terkadang membuatku bosan untuk membacanya lagi.
            Ketika aku  sedang asyik membaca, tiba-tiba….
Crrrraaaaang…..!”
Aku dikagetkan dengan suara gelas jatuh dan suara berisik di luar kamar. Sontak aku terganggu dan pergi keluar sejenak. Aku terkejut ketika melihat ayahku pergi dalam keadaan marah besar nampaknya. Bergegas aku mengahampiri ibuku di dapur, aku tercengang melihat ibuku yang menangis tersungkur tak berdaya di lantai, dengan muka yang lebam membiru dan ditemani oleh pecahan beling yang berserakan di lantai. Melihat itu semua, aku  shock dan langsung memeluk ibuku. Derai tangis pun pecah diantara kami berdua.
Setelah kejadian itu, aku mengantarkan ibuku ke kamar untuk istirahat dan mengobati lukanya, aku belum berani menanyakan apa yang sebenarnya terjadi antara ayah dan ibuku. Tetapi niat itupun aku urungkan, karena kondisi ibuku juga belum stabil psikologisnya.           Nampaknya ia stres melihat kelakuan ayah yang semakin menjadi-jadi. Belakangan ini sebenarnya aku mengetahui bahwa ayah bermain belakang dengan wanita lain, tetapi aku pura-pura tidak tahu agar tidak menyakiti ibu.  
Sementara ibu tidur, aku pun bergegas membersihkan dapur dari pecahan beling yang berserakan. Setelah selesai, aku berencana  pergi ke supermarket untuk membeli bahan masakan untuk makan malam. Tetapi, sepi sekali rasanya jika masak sendirian, akhirnya aku menelepon Nisa untuk membantuku memasak. Rumah Nisa memang tidak jauh dari rumahku, sehingga aku beranikan diri untuk meminta bantuannya. Nisa pun menyetujui, dan beberapa saat kemudian ia datang dan kita pergi bersama untuk belanja. 
Dengan berbelanja setidaknya dapat mengurangi kesedihanku karena kejadian tadi. Tapi tetap saja mataku yang sembab tidak dapat menyembunyikan kesedihanku karena baru saja menangis.
“Rea, mata loe kenapa kok sembab dan sipit gitu.. abis nangis yah?” tanya Nisa.
“ Hhmmm.. gue baru bangun tidur Nis, lupa cuci muka, makannya muka gue kaya gini.” aku mengelak mengajaknya bercanda.
“ Haha.. iya, iya.. mata loe emang sipit, kayak orang Cina.” Nisa mengejekku.
Aku hanya meringis saja menanggapi ejekannya. Aku sengaja menghindar dari perasaan sedihku, karena aku tak mau orang lain tau masalah keluargaku.
Setelah selesai belanja kita pulang.
 Saat keluar toko, telepon genggamku berbunyi, aku langsung mengangkatnya. Ternyata panggilan masuk dari tetanggaku Bi Inah.
“Hallo..?” aku menjawab teleponnya.
“ Halloo Rea, loe cepet pulang deh, emak lo nih, emak lo sakit dibawah ke rumah sakit neh.. loe cepet pulang yeee..” sahut Bi Inah dengan nada panik terburu-buru.
Mendengar itu, aku langsung panik, dan melepaskan kantong yang berisi belanjaan begitu saja dan langsung bergegas lari, ingin pulang. Tapi tiba-tiba..
“ Brrrruuuukkk……!”
Tubuhku seperti melayang, badanku lemas, mataku berkunang-kunang, serasa ada cairan deras yang mengalir keluar dalam tubuhku, perih bercampur pusing kepalaku,  aku melihat samar-samar orang-orang banyak menghampiriku. Dan kemudian semuanya gelap.
____***____
Aku pun terbangun dari tidur panjangku, rasanya badanku lemah seperti kapas, kepalaku berat aku tak dapat membuka mata, perlahan-lahan aku mencoba menggerakan kelopak mataku, masih samar dan akhirnya dengan setengah sadar, aku melihat bayangan seorang wanita yaitu ibuku berada di sampingku. Lalu aku melihat ia bersama seorang pria berjas putih, lalu aku baru sadar bahwa aku terbaring di rumah sakit.
Tetapi ketika aku hendak menyapa ibuku, rasanya susah sekali untuk mengatakan sesuatu, tenggorokanku serasa ditusuk sesuatu dan begitu perih. Aku pun berusaha keras untuk mengucapkan satu dua patah kata, tetapi tetap saja nol, tanpa ada satu nada suara pun yang keluar dari mulutku, lidahku pun terasa kelu untuk bergerak. Lalu aku menjerit dan akupun sadar kini aku telah bisu. Aku tak percaya dengan keadaaan ini, hatiku hancur dan aku menangis sejadinya menerima kenyataan bahwa aku cacat.
Dokter mengatakan bahwa ada yang rusak pada bagian otakku hingga membuat pita suaraku menjadi rusak dan aku pun tak dapat bersuara. Aku hancur, mengingat prestasiku di bidang tarik suara sangat bagus, dan membayangkan aku bermain piano dengan ayah sambil menyanyikan lagu favorit kami berdua. Semuanya telah sirna, aku tak akan lagi bisa beryanyi.
Saat itu pula ibuku sudah bercerai dengan ayah, karena ayah ternyata sudah menikah siri dengan wanita lain. Mendengar berita itu, hidupku seperti tersambar petir dan terhempas tenggelam di lautan.
____***____
Kini aku sudah sedikit membaik, sudah kembali ke rumah. Tapi aku belum mau menemui siapa-siapa. Rasa shock dan terpukul masih hinggap dihatiku. Aku jadi sering melamun dan terkadang aku menghibur diri dengan bermain piano untuk mengusir rasa sedihku, aku hanya dapat bernyanyi dalam hati, tetapi dengan memainkan jariku di atas piano dan mendengar dentingannya itu sudah cukup disebut musik bagiku. Kini aku lebih sering bermain piano ataupun membaca buku atau novel, mengusir dari rasa jenuhku.
Suatu hari Nisa dan Saras, datang ke rumah tanpa aku mengetahuinya. Mereka memberiku surprise dengan dandanan Mbok Jamu dengan konde besar di dibelakangnya. Aku sebenarnya malu menemui mereka, tetapi dengan tingkah lucu mereka akhirnya aku pun terhibur juga. Nisa dan Saras bercerita banyak tentang sekolah dan kejadian-kejadian lucu di kelas. Dari bapak botak yang dikerjain anak-anak sekelas, sampai si gembul yang nekat panjat pagar ampe celananya robek besar. Itu sudah cukup menghiburku.
Aku pun senang berteman dengan mereka. Sejak saat itu aku pun terpaksa home schooling. Ibu bekerja lagi di kantornya. Aku hanya sendirian di rumah, kadang bersih-bersih dan bermain piano. Terkadang Nisa dan Saras pun datang untuk menghibur dan memberiku buku-buku dan video motivasi yang bisa aku pelajari. Kini aku sudah bisa dapat menghargai hidup dan tetap optimis menjalani hidup seberat apapun sulitnya.
Mereka selalu memberiku motivasi dan banyak pengertian.
“ Sabar yah Re,,, hidup itu harus kamu syukuri, karena banyak juga orang yang lebih parah kondisinya daripada kamu, beruntunglah kamu masih diberkahi kedua tangan yang lincah bermain piano, otakmu yang masih bisa membaca dan matamu yang masih bisa melihat indahnya dunia. Gunakan anugrah itu untuk bangkit lagi, menjadi Rea yang baru, yang dapat menghargai hidup dan berjuang diatas kekuarangan. Orang tekun dapat mengalahkan orang pintar.”
Itu kata-kata yang senantiasa aku ingat. Dan setelah kejadian itu aku serasa menjadi lebih dekat dengan Tuhan YME. Dan terus berjuang menjalani hidup.
Dan kini aku jadi senang menulis, apa saja baik artikel, cerpen maupun karya essay. Aku mengikuti beberapa lomba yang terdapat di situs online dan Alhamdulillah, terkadang aku menjadi juaranya. Tapi tetap saja aku lebih suka bermusik. Jadi aku masih sering bermain piano, selain untuk menghibur diri atau sekedar melepas rasa rinduku terhadap ayah dengan lagu favorit kami “Way Back Into Love”.
____***_____
Suatu ketika, aku mengikuti lomba piano dan aku bersyukur itu sampai ke tingkat Internasional. Ketika itu, aku harus terbang ke Malaysia, karena lombanya berlokasi di salah  satu hotel berbintang di Kuala Lumpur.
Saat sedang masa karantina di Hotel. Aku bergabung dengan seorang peserta dari Malaysia dan Amerika. Namanya Noor Satwika dan Kimberly. Ketika itu,aku sekamar dengan mereka, aku hanya diam,  rupanya mereka tidak tahu bahwa aku bisu dan karena mungkin juga mereka bersikap tak acuh satu sama lain.
Saat kami berkenalan aku hanya menulis di kertas tentang namaku. Dan ketika Kimber bertanya padaku. Aku hanya diam dan menulis di kertas jawabannya. Ketika itu, Noor datang dan melihat tingkahku. Ia pun terkejut dan tertawa sinis.
“ Oh… ternyata kamu bisu.. aku baru sadar selama ini. Sabar yah, aku  yakin pasti kamu akan keluar dari kecacatanmu itu, semoga juri dapat memilih pemenang yang sempurna dan tidak memiliki cacat sepertimu.” Begitu kira-kira perkataannya dalam bahasa Indonesia. Dengan langkah mendongak ia pun berlalu di hadapanku.
“ Sorry,, tak usah di dengarkan kata dia.” ,Kata Kimber kepadaku.
Saat mereka berlalu, aku sontak menangis, apakah aku tak pantas untuk lomba ini? Apakah orang cacat tidak layak mendapat penghargaan?? Batinku beradu dengan rasa egoku. Lalu akupun bangkit dan mengubah pikiranku dengan sikap optimis. Saat itu aku berlatih keras.
Saat lomba aku pun menunjukkan penampilan terbaikku. Dan responnya sungguh luar biasa. Aku mendapat juara pertama. Aku telah memenangkan ajang internasional yang bergengsi ini. Saat itu aku pun yakin bahwa tuhan selalu ada buat hambanya.
____***____
Sejak kemenanganku, aku  menjadi lebih optimis dengan kemampuanku. Suatu ketika Nisa datang ke rumahku dan mengajakku pergi bersamanya. Aku heran ingin diajak kemanakah diriku. Aku pun penasaran.
Aku menulis di kertas.
-Nis, kita mau kemana?-
Nisa hanya tersenyum, “udah… ikut gue aja dewh,, nti loe juga tau..” sambil menggandeng tanganku.
Diajaknya aku menaiki kereta commuterline jurusan Bogor. Lalu kita berhenti ke Stasiun Depok  dan aku pun diajaknya ke lingkungan kumuh dan mendarat di sebuah sekolah anak jalanan.
Aku bertanya-tanya,” mengapa aku diajak kemari? Untuk apa aku disini? Ngapain?”.
“Re.. ini sekolah anak jalanan. Lihat anak-anak itu mereka hidup sendiri di jalanan tanpa orang tua dan mereka masih punya keinginan untuk dapat belajar. Kamu kan jago nulis dan bermusik. Apakah kamu ingin membantu dan mengamalkan sedikit ilmu kamu disini. Mereka adalah generasi muda, aset Negara yang kurang diperhatikan oleh bangsanya, sehingga dipandang sebelah mata dan tidak berguna.” Bisik Nisa Lirih.
Aku pun terdiam dan tidak berkutik saat itu. Pikiranku masih bimbang. Membayangkan aku mengajar dengan lingkungan yang kotor dan kumuh ditambah lagi anak-anak yang jarang mandi dan bau.
Tetapi lamunanku kabur, dengan tiba-tiba seorang anak memelukku dengan manjanya merangkul tanganku. Dan menyeretku ke dalam kelas.
“ Kakak.. kakak.. main yuk….!” Sambil menarik tanganku.
Aku pun ikut dengannya ke dalam sebuah ruangan yang berisi anak-anak jalanan yang berusia sekitar 5-7 tahun. Melihat mereka aku pun terenyuh dan lalu menatap Nisa. Nisa pun menatapku dengan tatapan harapan akan anak jalanan ini.
Ya Allah,, mungkinkan ini jalanku untuk dapat beribadah kepada-Mu dan mensyukuri atas nikmatku yang mesti aku bagi pada mereka. Akhirnya aku pun memutuskan untuk mengajar mereka.
Pengalamanku mengajar mereka sangatlah lucu sekali. Awalnya aku sangat canggung dan harus terbiasa dengan hal-hal yang jorok menurutku. Dikelilingi oleh anak-anak yang ingusan, jarang mandi, gosok gigi. Bahkan ada juga yang sering kentut sembarangan, dan dengan gamblangnya bicara padaku,
“Kakak, bau kentut ga? Aku kentut tiga kali loh….” , katanya sambil nyengir.
Aku hanya bengong dan  sampai aku pernah dibuat pingsan olehnya.
Tetapi lama-kelamaan aku dapat mengubah sedikit kebiasaan mereka dengan memberi iming-iming jika ingin bermain musik maka harus mandi dan wangi ketika bertemu aku. Mereka pun akhirnya setuju. Jadi sedikit wangi. J
Saat itu aku begitu enjoy bergaul dengan mereka. Mereka ternyata sebenarnya anak-anak yang berbakat dan mau belajar. Keinginan dan motivasinya untuk belajar begitu sangat besar. Hingga aku salut dibuatnya dengan perkembangan belajar mereka yang melesat sangat baik. Aku bangga ketika beberapa orang dari mereka mendapat juara dalam lomba nasional yang diselenggarakan oleh LPAI (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia). Sehingga dengan begitu kami mendapat sedikit perhatian dengan adanya yayasan yang menjadi donator bagi kami.
Bahkan ketika Ujian Nasional, salah satu murid dari Sekolah Jalanan ini mendapat nilai tertinggi di Jabodetabek. Sungguh Luar biasa buatku. Bahkan ada juga yang mendapat beasiswa kuliah di PTN Favorit di Jakarta. Itu berkat kemauan keras mereka dalam berjuang di tengah kerasnya hidup serta dukungan dan bimbingan para guru yang secara ikhlas mendidik mereka.  Mereka berani untuk membuktikan pada bangsanya bahwa mereka juga dapat berprestasi meski terkadang dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Mereka adalah aset Negara yang sebenarnya mempunyai bakat yang luar biasa namun terkadang kurang akan perhatian.
Setelah itu, aku akhirnya menjadi salah satu guru disitu, dan aku memutuskan untuk mengangkat dua muridku untuk aku jadikan adik angkat. Dan disinilah aku juga bertemu dengan Fahmi, yaitu mahasiswa UI yang sekarang menjadi pacarku dan volunteer serta donator di sekolah ini.
Kini Nisa telah sukses diterima kuliah di UI dan mengajar bersamaku di Sekolah ini. Dan Sahabatku Saras, ia kuliah ke Luar Negeri dan hidup bersama keluarganya di New York. Sedangkan aku Azzahra Andrea, kini menjadi pianis besar dan guru di Sekolah ini. Dan kini aku pun sedang merintis karirku menjadi penulis yang bukunya akan terbit segera.
Ternyata di balik kekuarangan seseorang harus ada motivasi yang besar untuk mengubah kesulitan menjadi sebuah tantangan yang akan membawa kita menjadi insan yang lebih menghargai hidup. Agar dapat mengabdi bagi sesama dan Negara Tercinta untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan tak hilang ditelan jaman. Akhirnya Rea si “Apem”  ini telah kembali bersinar seperti dulu “Bintang Sekolah”. Tetapi kini bahkan cahayanya lebih terang seperti “Bintang Kejora” di tengah lautan hidupnya. J









  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar